Akhir-akhir ini di tanah air sering terjadi perubahan cuaca ekstrim,
yang tidak menentu dan berakibat pada melemahnya sistem ketahanan tubuh
sehingga banyak masyarakat yang terserang penyakit seperti gatal-gatal, diare,
mual, muntah, flu, bahkan penyakit menular lainnya seperti muntaber dan malaria
akibat seringnya pergantian cuaca yang tidak menentu. Tentunya penyakit-penyakit
tersebut sudah banyak terjadi di tanah air khususnya di daerah terpencil
seperti perkampungan atau bahkan di perkotaan yang kondisi dehedrainasenya
tidak bagus atau di kota-kota besar seperti Jakarta, dengan kondisi kebersihan
yang minim, dan sering terjadi langganan banjir sehingga penyakit-penyakit
seperti dijelaskan di atas tidak sedikit menyerang masyarakat di sekitarnya.
Penyakit-penyakit akibat bencana alam, limbah pabrik, kondisi perairan
yang kotor atau kondisi pemukiman yang kurang sehat menjadi penyebab banyaknya
masyarakat harus memilih resep ke dokter untuk berobat, bisa jadi mereka sembuh
dengan berusaha berobat ke rumah sakit atau puskesmas, tetapi tidak jarang yang
tidak cocok atau tidak sembuh hanya dengan satu dua kali berobat. Butuh waktu
dan juga biaya yang tidak sedikit untuk satu kali berobat apalagi ke
rumahsakit, sementara bagi orang-orang atau masyarakat tidak mampu, sakit
merupakan suatu musibah yang sangat memberatkan, di samping penyakit yang
diderita juga biaya yang sangat mahal menjadi satu faktor penyebab mereka
enggan mendatangi rumahsakit atau puskesmas sekalipun, sementara ketika mereka
sakit ternyata lebih memilih untuk berobat ke dokter atau dukun kampung, atau
diobati secara manual atau bahkan didiamkan saja sampai mereka merasa sembuh
sendiri.
Sakit dan sekolah merupakan dua hal yang sangat berbeda tetapi sangat
bersentuhan satu sama lain, apabila seseorang dalam keadaan sedang tidak sehat
atau sakit badan tentu tidak dapat melakukan aktivitas atau rutinitas
keseharian sebagaimana mestinya termasuk sekolah atau belajar sementara belajar
membutuhkan badan yang fit sehat pikiran, akan tetapi bagaimana jika kita
memiliki badan yang sehat tetapi akal pikiran tidak stabil atau sedang kacau?
Tentu ini juga merupakan hal yang sangat perlu diwaspadai. Kesehatan dan
pendidikan sama-sama penting dan sama-sama mahal dan butuh waktu untuk
mendapatkannya.
Pembangunan kesehatan adalah sebagai
bagian dari pembangunan nasional, dalam pembangunan kesehatan tujuan yang ingin
dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Kenyataan yang terjadi sampai saat ini derajat kesehatan masyarakat masih
rendah khususnya masyarakat miskin, hal ini dapat digambarkan bahwa angka
kematian ibu dan angka kematian bayi bagi masyarakat miskin tiga kali lebih
tinggi dari masyarakat tidak miskin. Salah satu penyebabnya adalah karena
mahalnya biaya kesehatan sehingga akses ke pelayanan kesehatan pada umumnya
masih rendah. Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih
cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup (Susenas, 2003) dan
AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003).
Banyak faktor yang menyebabkan
ketimpangan didalam pelayanan kesehatan terutama yang terkait dengan biaya
pelayanan kesehatan, ketimpangan tersebut diantaranya diakibatkan perubahan
pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan
kesehatan berbasis pembayaran swadana (out of pocket). Biaya kesehatan
yang mahal dengan pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of
pocket semakin mempersulit masyarakat untuk melakukan akses ke palayanan
kesehatan.
Selama ini dari aspek pengaturan
masalah kesehatan baru di atur dalam tataran Undang-Undang dan peraturan yang
ada dibawahnya, tetapi sejak Amandemen UUD 1945 perubahan ke dua dalam Pasal
28H Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Dalam Amandemen UUD 1945 perubahan ke tiga Pasal 34 ayat (3) dinyatakan bahwa
Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak.
Untuk
memenuhi dan mewujudkan hak bagi setiap warga negara dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan yang layak dan kewajiban pemerintah penyediaan fasilitas
kesehatan sebagai amanat UUD 1945 serta kesehatan adalah merupakan
kesehatan merupakan Public Good maka dibutuhkan intervensi dari
Pemerintah.
Sejak awal agenda 100 hari Pemerintahan
Kabinet Indonesia Bersatu jilid satu telah berupaya untuk mengatasi hambatan
dan kendala terkait dengan pelayanan kesehatan khusunya pelayanan kesehatan
bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yaitu kebijakan Program
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini diselenggarakan
oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes (Persero)
berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes /SK/XI/2004, tentang penugasan PT Askes
(Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat
sangat miskin, miskin dan tidak mampu dengan nama Asuransi Kesehatan Masyarakat
Miskin (ASKESKIN). PT Askes (Persero) dalam pengelolaan Asuransi Kesehatan
Masyarakat Miskin (ASKESKIN).
Penyelenggaraan
pelayanan kesehatan masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu dengan
mana program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) mengacu pada
prinsip-prinsip asuransi sosial
- Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata peningkatan derajat kesehatan masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu.
- Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang cost effective dan rasional.
- Pelayanan Terstruktur, berjenjang dengan Portabilitas dan ekuitas.
- Transparan dan akuntabel.
Pada semester I tahun 2005,
penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin dikelola
sepenuhnya oleh PT Askes (Persero) meliputi pelayanan kesehatan dasar di
Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan kesehatan rujukan di RS dengan
sasaran sejumlah 36.146.700 jiwa sesuai data BPS tahun 2004. Dalam
perjalanannya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di semester I tahun
2005, ditemukan permasalahan yang utama yaitu perbedaan data jumlah masyarakat
miskin BPS dengan data jumlah masyarakat miskin di setiap daerah disertai
beberapa permasalahan lainnya antara lain: program belum tersosialisasi dengan
baik, penyebaran kartu peserta belum merata, keterbatasan sumber daya manusia
PT Askes (Persero) di lapangan, minimnya biaya operasional dan manajemen di
Puskesmas, kurang aktifnya Posyandu dan lain-lain.
Dengan pertimbangan pengendalian biaya pelayanan kesehatan, peningkatan mutu,
transparansi dan akuntabiltas, serta mengingat keterbatasan pendanaan,
dilakukan perubahan pengelolaan program Askeskin pada tahun 2008, dengan
memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi pembayaraan dengan didukung
penempatan tenaga verifikator di setiap Rumah Sakit. Selain itu mulai di
berlakukannya Tarif Paket Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin di Rumah
Sakit dengan nama program berubah menjadi Jaminan Kesehatan Masyaraka (JAMKESMAS).
Untuk mencapai Universal Coverage pada tahun 2014 maka perlu
ada sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, hal yang paling
penting dalam mensinegikan jaminan kesehatan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah adalah masalah pembiayaan. Masyarakat miskin dan tidak
mampu yang terdapat dalam Keputusan Bupati/Walikota akan dibiayai dari APBN,
Masyarakat miskin dan tidak mampu diluar kuota ditanggung oleh Pemerintah
Daerah dengan sumber biaya dari APBD, Kelompok Pekerja dibiayai dari institusi
masing-masing ( PNS, ASABRI, JAMSOSTEK) dan kelompok individu (kaya dan sangat
kaya) membiayai diri sendiri dengan asuransi kesehatan komersial atau asuransi
kesehatan lainnya. (sumber, http://sanglahhospitalbali.com).
Sementara kesehatan baru-baru ini banyak sekali masalah yang bersentuhan
terkait kesehatan baik faktor infrastruktur, fasilitas sampai pada pelayanan
yang tidak atau kurang optimal di pelbagai tempat khususnya di daerah bahwa
tidak semua daerah mendapatkan fasilitas kesehatan secara mudah, murah dan
cocok. Di pelbagai daerah pelosok negeri ini seperti daerah Pandeglang,
Rangkasbitung-Lebak, akses untuk memperoleh kesehatan dengan laik sangat
terbatas dan bangunan yang tidak ada atau kurang serta keberdayaan pelayanan
rumahsakit seperti bidan, atau dokter selain terbatas juga kadang tidak ada di
ruangannya, sehingga ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah
penyelenggara kesehatan di Indonesia.
Khusus pelayanan di rumahsakit sungguh memprihatinkan penjaminan
kesehatan bagi masyarakat miskin belum sepenuhnya optimal bahkan di banyak rumahsakit
di daerah dan kota-kota besar bersikap asimpati terhadap keluarga yang berobat
dari golongan tidak mampu, banyak diberitakan di pelbagai media penolakkan
pelayanan bagi keluarga yang berkantong
tidak tebal. Bahkan, jaminan kesehatan (Jamkesmas) tidak mempan digunakan oleh
masyarakat kecil itu. Asuransi kesehatan ibarat karcis yang sudah ekspayer bagi
mereka sehingga ketidakpercayaan pada pemerintah kian menyulut. Asuransi
jeminan kesehatan hanya berlaku itupun di pedesaan saja, dengan fasilitas
puskesmas yang serba terbatas. Dana APBN untuk kesehatan sudah dianggarkan akan
tetapi tidak berlaku dilapangan, yang berkuasa tetap memegang kendali, entah
itu dana yang disunat atau boroknya birokrasi pemerintah sehingga membiarkan
warganya berjuang dalam kesakitan bahkan kematian.
Jamkesmas Produk Gagal
"Kalau kita lihat secara makro,
saya berani katakan Jamkesmas dari segi pendataan gagal," ujar anggota
Komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka saat talk show di gedung DPD,
Sebenarnya, kata Rieke, program ini memiliki tujuan yang sangat baik, yaitu
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Namun, karena banyaknya
penyelewengan dan pengelolaan data tak transparan, tujuan itu tidak kesampaian.
Selain itu, program ini juga membebani APBD kabupaten/kota. Hal itu dikarenakan
banyak masyarakat yang kurang mampu tapi tidak terlindungi program ini akibat
pendataan yang tidak tepat sasaran. Ada juga kasus dimana anggota Jamkesmas tak
bisa berobat karena tak punya kartu peserta. Alhasil mereka harus ditanggung
program Jamkesda yang didanai APBD.
“Kami tidak tahu kesalahan program ini ada di mana. Apakah ada kesalahan
pendataan, kebocoran anggaran, atau persoalan lain. Karena faktanya anggaran
yang sudah disediakan untuk program ini banyak yang tidak terserap dan itu
artinya jika program ini tidak berhasil meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dan harus dievaluasi,"Jumat (13/5/2011-okezone.com).
Kegagalan jamkesmas bukan satu-satunya program pemerintah yang kurang
berhasil sebelumnya, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) juga mengalami banyak
kendala dan bahkan korban jiwa karena ketidakprofesionalan pengelola program
tersebut. Jamkesmas memiliki peranan yang sebenarnya sangat bagus bagi
kesejahteraan masyarakat dalam menanggung biaya kesehatan, namun apabila tidak
dibarungi usaha yang keras dari pemerintah mengenai penanganan secara masif,
untuk masalah penyelenggaraannya sendiri maka jamkesmas hanya akan menjadi
korban kegagalan program-program sebelumnya, dan pada akhirnya akan menjadi
semacam senjata makan tuan bagi pemerintah karena banyak kekecewaan bahkan
hujatan dari masyarakat.
Solusinya kinerja harus ditingkatkan secara professional dan
proporsional, khususnya program kontinyu seperti jamkesmas. Pemerintahan yang
baik bukan seberapa banyak mengeluarkan program kerja asal banyak namun harus
proporsional dan juga mampu diterapkan di segala medan, khususnya mengenai
pengawasan itu lebih utama.